Minggu, 23 November 2008

HIJAU

Adakah yang salah

Ketika tibatiba saja tak

Kutemui angin bagi pelayaran

Udara masih kurasa

Angin purba mengingatkan

Pada burung yang lukisi langit

Biru dengan puisi menggairahkan

Kelelawar mengucup darah

Bagi kusempurnakan bintang yang kugantung

Dipucuk cemara

Dilaut rumah

Kuucap bismillah seribu makna

Tangan bergerak

Ikuti laju burung terbang

Ikuti irama daun cemara

Nyanyikan lagu kehidupan

Kuucap bismillah seribu makna

Aku rumput gemrining

Yang kan jadi beringin

Karena aku pucuk cemara

Yang kan menjulang

Dibelantara matahari

Kuucap bismillah seribu makna

MANTRA

:(sepenggal doa yang terlupa, menjelang tidur)

Bang bing bong bing bong bang bong

Batu kerikil wajahnya dekil-dekil

Tembok bata bicara terbata-bata

Batu gunung bermuka sayu termenung-menung

Aku terhenyak

Mengambung aromamu mewangi diseluruh

Ruang kamar

Bagi penempuhan cinta yang kutanam dalam-dalam

Daun-daun gugurlah. Gugurlah !

Pohon cinta tumbuhlah

(yang tak ingin kurawat dengan pupuk materi belaka)

Gugurlah daun meresap

Humus penyubur bunga cinta

Mekarlah

Wijaya kusuma perlambang abadi

Bang bing bang bong bing bang bong

Amboi, sajakku sajak terlalu biasa

Sajakku mantra tak bermakna apa-apa

Bing bang bong bang bang bing bong bang

Pintaku

Batu kerikil tak lagi kecil-kecil

Tembok bata bicara tanpa dusta

Batu gunung bermuka sayu harus digulung

Padamu

Allah Allah Allah Allah Allah Allah Allah

Allah Allah Allah Allah Allah Allah Allah

Allah Allah Allah Allah Allah Allah Allah

Padamu

Minggu, 18 Mei 2008

FRAGMEN BULAN HIJAU

Sebuah rumah di tikungan jalan
Di balik pagar hitam sepasang remaja bercinta
Dalam gelap
Kelelawar penuh gairah mencumbu rembulan
Bintang-bintang memetikkan caya
Angin menggoyang malam
Dan tawamu –perempuan- sungguh merahkan darah

Cinta
Sudahkah kita mengerti dan paham
Hakekatnya
Angin basah menyapu wajah
Diam-diam
Adam dan hawa datang bawa catatan

Dik, kalau yang kau pinta cuma nafsu
Akulah lelaki
Jika yang kau pinta cuma setumpuk lakon
Seperti dalam cerpen atau roman atau sinetron
Akulah lelaki

Dik, pernahkah kita tanya pada kedalaman nurani
Apa makna kita berpandangan
Apa makna kuremas jemarimu
Apa makna kita berdekapan
Apa makna kukecup keningmu

Maknanya pahamkanlah
Jika tak ditemu
Maka selebihnya adalah dosa

JINGGA

Jangan biarkan aku jadi pembunuh
Dari segala kekalahan. Aku sudah muak
Di setiap pelataran rumah yang ku singgahi
Kubenamkan matahari dari segala tawa
Bulan menyayat tangisnya penuh dendam
Aku sudah muak
Memandangi arca wajahku yang
Retak-retak namun tak pernah runtuh
Karena lumut-lumut mengekalkan
Luka

KEMBANG HASRAT

I
Waktu lahir aku telanjang – tak tahu apa-apa
Setelah dewasa dan mengenal harum mawarmu
Kau lempar aku hingga tak tahu harus
Buat apa

Malam menggigil penuh di ranjang

Pada kediaman benda-benda juga kukabarkan
Bahwa masih kukalungkan hasrat melati
Dibentang langit biru.

II
Seperti dalam setiap selesai sujud
Kusetubuhkan jemariku dalam dekapannya.
Tuhan

LAMARAN

: ‘dik

Aku mencintainya karena engkau
Seperti darah yang bergerak
Memenuhi tiap urat syaraf di tubuhku
Dan membuat hidupku selalu berdetak

Aku mencintainya karena engkau
Bagai air yang mengalir dari puncak gunung
Mengalir terus tak terhalangi dan tak pernah lesu
Sampai akhirnya bermuara di lautmu tenang

Aku mencintainya karena engkau
Seperti telah kuserahkan hasrat dan jiwaku
Dalam genggamanmu
Begitulah ia mengambil hatiku
Yang sampai sekarang tak jua dikembalikan padaku

Tuhan, aku sungguh

THE EXPERIENCE OF STEP

Kadangkala ketulusan dan kejujuran
Kalah oleh bujuk rayu dan janji beracun !

PADA AKHIRNYA

Persoalan kita adalah persoalan maut
Yang selalu mengintai dengan pedangnya
Siap menikam kita kapan saja
Tak peduli apakah kita sedang tertawa
Atau sedang mandi peluh bergumul dengan
Nasib yang kerontang

Selalu mengintai dari pojokpojok waktu mencair
Siap memotong nadi roh kita
Kapan saja

Kamis, 27 Maret 2008

KEPAK DARAH

Aku ingin makan banyak hari ini
Bukan cuma sepiring nasi dan sepotong
paha ayam
Juga segenggam bara + sekepal sekam + sejumput
duri
Minumku tak hanya air mineral atau jus alpukat
Pun sebongkah salju + secawan racun kutenggak
Dalam hati

Kuingin hidupku berurat dan
Berakar baja
Menghujam di belantara matahari
Kan ku hela angin di bawah telapak kakiku
angkuh
biar lupakan nadi yang berjalan
menuruni kurva dimerah senja
dan biarkan :
di pojok kamar izrail murung
sendirian meniupi asap dupa

SEBUAH CATATAN DARI KANTOR PBB

Anyir darah
Amis darah
Laut tubuh dan darah

Asap mesiu mengepul hangat
Menciumi nyawa melekat
Tubuh terkoyak mortir
Melepas roh dari raga yang tak rela
Banyak tangis
(ada tawa ?)

Nanah meleleh dari borok-borok dunia

Ya, saudara-saudara !
Dengan asyiknya tiap hari kita catat :

Anyir darah
Bau perang
Laut tubuh dan darah
Bau perang
Asap mesiu – mortir – rudal
Bau perang
Bau perang
Bau perang
Bau............

Rabu, 19 Maret 2008

DUA GELISAH

Duduk semeja
Sudah berwaktu lamanya
Masing-masing bawa gelombang
Mencoba merentang garis.
Tak sepatah kata bergulir
Bisu ketemu bisu
Sepi tambah sepi
Berpandangan saja. Jadi apa ?

Hati gerah menghentikan nyawa
Langit pecah serentak
Ketika bareng berucap : jujurlah !

PARODI

: kawan yang ku ikat pada sumpah

lelucon demi lelucon kita lalui bersama
kebohongan demi kebohongan kita
kerjakan bersama
-- meski dibungkus dengan sebuah kata : kejujuran

sampai sejauh mana sebuah kata punya makna ?

wajah kita menangis. Hati kita terbahak
wajah kita tersenyum. Jiwa teriris-iris
pergi bawa kisah.

HANYUT 2

Cukuplah kata :
Segelas air yang kau sodorkan
Di sahara jiwa
Tak kan pernah menghapus rasa dahagaku
(proses lanjut ....?)
Jadi pertapa di goa diri
Sampai malaikat maut
Mengetuk pintu !

HANYUT 1

Tiada lagi segala :
Cuma pandangi pelangi
Biarpun :
Cinta tak pernah berkurang karena
Penerimaan
Cinta tak pernah berkurang karena
Penolakan.

Rabu, 05 Maret 2008

KEMBARA

Selalu saja ada yang tersisa
Dari segala kata yang kudirikan
Lewat rohku

Proses ?

Kembara diri tak mungkin berhenti
Jelajahi semesta